Anjas,
pria gila yang aku temui dua hari yang lalu. Baiklah upakan. Dia tidak
keberatan dengan panggilan itu. Bahkan dia seringkali tertawa jika kalimat itu
terlontar dari mulutku.
Aku
pikir mungkin dia satu-satunya pria tergila yang pernah aku temui. Namun, jika
aku perlu mengatakan hal terjujur aku tertarik padanya sejak pertama kali dia
mengajakku berbincang.
“Hai,
apa kau tak tahu? Aku memperhatikanmu sejak tadi. Apa kau tak menyukaiku?”
tanya seseorang tiba-tiba. Aku sadar akan keberadaannya disampingku sejak tadi.
Aku juga tahu kalau dia seringkali melirik kearahku, namun kukira dia sedang
melihat seseorang yang akan keluar dari ruang facial.
“Apa
kau bodoh? Kau menanyakan ‘apa aku menyukaimu’ seperti kau sedang bertanya
‘sudah makan atau belum’.”
“Jadi
maksudmu kau tak menyukaiku? Lihat aku! Aku tampan dan, menarik. Semua wanita
tergila-gila padaku.”
“mungkin
karena mereka wanita bodoh yang rela membuang-buang waktunya hanya untuk
menggilaimu.” Ujarku tanpa menunggu jawaban darinya.
“Hai
gadis! Jika sikapmu seperti ini tidak akan ada pria yang menyukaimu.” Ucapnya
kemudian dengan lantang saat aku beranjak menjauh. Dasar tak tahu malu.
“Oya?
Jika tidak akan ada yang menyukaiku lalu mengapa ada seorang pria yang mau
meneriakiku dan mengatakan bahwa tidak akan ada yang menyukaiku. Apakah
sebenarnya dia menyukaiku” jawabku puas sambil tetap diposisi berdiriku.
“Hei
gadis lihat saja! Aku berjanji akan membuatmu mencintaiku dan menjadikanmu
wanita bodoh seperti yang kau katakan!” teriaknya lagi, tak ingin kalah.
“Sunggih?
Coba saja!” aku berlalu tanpa melihat kearahnya lagi. Tanpa sadar aku
mengembangkan senyum dari kedua sudut bibirku.
Entahlah!
Tak tahu makhluk apa yang baru saja aku jumpai. Dia seperti meteor yang
bersinar dikejauhan namun tega menghamtam bumi dengan panasnya hingga
meninggalkan bercak kasar.
“Hai
kita bertemu lagi. Apa kau tidak berpikir bahwa kita ini jodoh.” Senyuman bodoh
itu lagi-lagi membuatku muak. Rasanya ingin segera aku keluarkan sarapan yang
baru setengah jam lalu aku masukan kedalam perutku.
“Jika
pertemuan kebetulan itu menandakan jodoh, mungkin aku sudah menikah dengan
guruku sejak lama.”
“Wow,
kurasa itu sangat sadis.” Jawabannya sambil mengernyitkan keningnya. Baru saja
kulangkahkan kakiku satu langkah, dia segera menghalangi jalanku.
“Kau
tak ingin berbincang-bincang denganku?”
“Untuk
apa? Membuat diriku tampak bodoh?” jawaban yang terlontar dari mulutku memang
tak berperasaan. Aku segera memutarkan badanku untuk mencari jalan lain.
“Aku
akan memastikan kau akan kembali mencariku.” Itu kalimat yang sangat kubenci.
Ucapan itu membuatku lagi-lagi menghentikan langkahku. “Memangnya kau siapa?
Sopir angkot?” ledekku. Akhirnya kepulanganku kali ini berhasil.
Kubantingkan
tubuhku diatas kasur empuk setelah setengah jam aku melewati jalanan pengap
penuh polusi knalpot yang pemiliknya tidak bertanggungjawab. Tak lama kudengar
ponselku berdering menyanyikan lagu favoriteku. Aku terdiam sejenak saat
melihat panggilan masuk diponselku mengingat nomor siapa yang mencoba untuk
menghubungiku. Baiklah. Aku menyerah, aku tdak mengenal nomor ini. Aku biarkan
pangilan itu terhenti tanpaku angkat.
Terdengar
lagi. Baik. Mungkin ini penting.
“Dengan
Shyra?”
“Ya
benar, maaf dengan siapa ini?”
“Pria
bodoh yang tampan dan menarik.”
“Kau.”
Expresi kaget sekaligus bingung sangat nampak diwajahku. “Darimana kau dapatkan
nomor ponselku?”
“Aku
sudah pernah mengatakan bahwa aku bisa memastikan kau akan mencariku.”
Aku
bisa menebak dia pasti sedang terseyum puas sambil menumpangkan kakinya.
“Punya
kepentingan apa aku sampai harus mencarimu. Dasar bodoh!”
“Mungkin
sekarang itu akan berubah.” Terdengar dia terkekeh, semakin benci aku
mendengarnya.
“Darimana
kau dapatkan nomorku?” kuulangi lagi pertanyaanku.
“Sepertinya
seseorang menjatuhkan dompetnya, aku tidak tahu apa dia sengaja atau tidak.”
Sontak aku kaget dengan penjelasannya, aku baru menyadari bahwa dompetku tak
ada ditas.
“Dimana
kau sekarang?” dengan geram aku menanyakan keberadaannya,
“Diujung
ponselmu.” Lagi lagi dia terkekeh kegirangan.
“Aku
bisa melaporkanmu kepolisi dengan tuduhan kau mencuri jika kau tidak
memberitahu keberadaanmu. Aku tidak main-main.” Aku rasa kali ini dia tidak
bisa dibawa besabar.
“Aku
ada ditempat terakhir kita bertemu.” Oh ya ampun aku sungguh benci mendengar
suaranya.
Segera
kuputuskan panggilannya dan memutuskan untuk segera menyelesaikan urusan ini.
Kecerobohanku. Ya, aku tahu. Sudahlah tak perlu dibahas.
“Alya,
apa kau bisa membantuku? Aku sangat membutuhkanmu saat ini. Tolong temui aku
dihalte 15.” Begitulah voicenote yang aku kirimkan kepada Alya sahabatku. Aku
yakin dia pasti bisa menyelesaikan persoalan ini.
Tak
berselang lama saat aku mengirimkan voicenote itu Alya sudah ada dihadapanku.
“Aku butuh bantuanmu. Aku tidak mungkin menghampirinya. Kau mau ‘kan? Aku
mohon!”
“Kau
memang sangat menyusahkan. Bagaimana mungkin barang sepenting itu kau
jatuhkan.” Gerutu Alya, dia memang selalu seperti ini jika kumintai bantuan.
Namun semuanya selalu dilakukannya. Sudahlah tak perlu kupermasalahkan.
“Dimana
aku bisa menemui pria itu?” Oh rasanya itu selalu menjadi kata-kata paling
indah yang aku dengar. “Dia ada didalam sana, aku yakin dia pasti sedang
menungguku.” Tak menunggu ba-bi-bu lagi, alya bergegas pergi meninggalkan Shyra
diluar halte.
Sesampainya
dihalte Alya celingukan mencari sosok pria yang tadi Shyra ceritakan. Pria
bertubuh tinggi, bermuka mesum dan akan tampak begitu menyebalkan. Huh,
bagaimana tidak dia mengatakan hal itu, dia ‘kan membencinya. Mungkin saja pria
itu benar kalau dia itu tampan dan sangat menarik. Baiklah, lupakan. Alya
mengerti seperti apa sahabatnya, dia selalu menceracau jika sedang tak suka
dengan oranglain.
“Alya”
panggilan itu memang sangat mengagetkan, membuyarkan konsentrasi Alya yang
sedang fokus mencari sosok pria itu. “Sedang apa kau disini?” Alya sedikit
mengernyitkan dahinya mengingat siapa orang yang sedang mengajaknya berbincang.
“Anjas!” serunya setelah ingatannya pulih, maklum mereka tidak bertemu sudah
sekitar 2 tahun lalu, dan anjas memang banyak mengalami perubahan. Ya, dia
tampak begitu memesona. “Aku sedang mencari seseorang, kau sendiri?” Lanjutku
menjawab pertanyaan Anjas yang tertunda karena memulihkan ingatan tadi. “Aku
juga sedang menunggu seseorang.” “Perempuan mana lagi yang sedang kau tunggu?”
ledekku. Aku tahu jelas seperti apa Anjas, dia memang playboy. “Hei, saring
kata-katamu itu, kali ini aku menunggu perempuan baik-baik.” Jawabnya sambil
tertawa kegirangan seakan mengerti maksud dari pertanyaanku. “Kau sedang
mencari siapa? Apa teman kencan butamu?” bibirnya menyeringai tanda berbalik
meledekku. “Tentu saja tidak. Aku sedang mencari seorang pria yang menemukan
dompet milik temanku, tadi dia menjatuhkannya.” “Shyra!” aku memiringkan
kepalaku sambil melihat wajahnya. “Kau mengenalnya?” aku segera teringat, lalu
melihat tangannya. Tentu saja dia sedang menggenggam dompet milik Shyra. “Kau
memang benar-benar menyebalkan. Kembalikan dompet itu.” Aku memaksanya. Namun
dia malah menyembunyikan tangannya. “Ayolah Alya, sebenarnya kau akan membuat
semuanya begitu mudah.” Dia memohon. Sama persis ketika dia memintaku untuk
dijodohkan pada Maya anak pemilik yayasan yang begitu populer. “Tidak!
Kembalikan dompet itu.” “Alya.” “Anjas, jika
aku bilang tidak ya tidak. Kau mengerti? Shyra sudah memiliki kekasih,
kalaupun tidak aku tidak akan mengumpankannya kepadamu. Dia perempuan
baik-baik. Kau dengar itu?!” aku segera merampas dompet Shyra yang sejak tadi
digenggamnya. Anjas selalu saja seperti itu.
*****
“Kau
mendapatkannya?” tatapku pada Alya, namun dia tak segera memberikan jawaban. Mukanya
ditekuk dalam-dalam seakan-akan ada selalu yang mengganggunya. “Alya, apa kau
baik-baik saja?”
“Aku
mendapatkannya, aku baik-baik saja kau tak perlu khawatir.” Alya tersenyum, dia
memang selalu pandai menyembunyikan perasaannya. Sudahlah, mungkin dia sedikit
lelah.
“Aku
akan mentraktirmu, kau mau?” Alya hanya mengangguk tanda menyetujui ajakanku. Aku
mencoba tersenyum walau pada dasarnya aku bingung dengan sikap Alya.
“Aku
minta kau tidak mendekati pria itu.” Ucap Alya tiba-tiba, setelah kami tiba disebuah
restoran. “Apa sejak tadi kau memikirkan hal ini? Memikirkanku?” Aku tersenyum
lagi, pada dasarnya aku memang harus berhati-hati tapi aku senang Alya
perhatian padaku. Dia memang selalu bisa diandalkan. “Kau tenang saja, aku
sudah bisa menebak seperti apa porsi pria seperti dia. Tapi terimakasih banyak
kau sudah peduli padaku” “Hei, apa maksudmu?” “Maksudku kau memang selalu
peduli.” Aku menyeringai manja padanya.
*****
Aku
tak tahu ini dikategorikan hal apa. Yang jelas aku pikir ini kecerobohan. Anjas,
pria yang namanya baru belakangan ini aku tahu dia terus menghubungiku. Meski
pada awalnya dia banyak berbual. Entahlah, aku merasa tertarik padanya. Padahal
Alya sudah memperingatkanku, aku aku juga sudah tahu pria seperti apa Anjas
ini. Tapi, ..... Sudalah mungkin kali ini aku tidak bisa lagi mengelak. Apa
yang harus aku lakukan agar rasa ini bisa pupus kembali. Aku tak keberatan jika
harus kembali membencinya. Apa juga yang harus aku lakukan terhadap Ryan, pria
yang telah 2tahun menemaniku. Aku tahu, kami long distance. Tapi apa harus aku
melakukan hal ini terhadap Ryan. Perempuan macam apa aku ini. Ya Tuhan, tolong
aku.
Dan
yang baru aku ketahui bahwa Anjas tak seperti apa yang aku judge dulu. Dia
menyenangkan, perhatian terlebih dia selalu ada untukku jika dibandingkan
dengan Ryan. Bagaimana tidak? Ryan memang jauh, bagaimana mungkin dia akan
selalu ada untukku. Tapi pantaskah? Salahkah perasaan ini?
*****
Semuanya
terjadi begitu saja. Begitupun perasaan ini. Aku tahu Anjas menyukaiku dia
berulang kali mengatakan itu. Aku sudah menjelaskan kepadanya bahwa aku
memiliki Ryan tapi yang dia katakan “Dia ‘kan jauh, manamungkin dia tahu?”
masih terdengar bagaimana saat dia mengatakan itu sambil terkekeh namun matanya
mmancarkan keputusasaan.
Salahku,
aku juga sudah mengatakan padanya bahwa aku juga menyukainya. Namun, aku rasa
hubungan ini hanya akan sebatas ini. Aku tegaskan, aku menyukainya. Baiklah,
aku juga mungkin sudah mulai mencintainya. Aku suka cara dia memperlakukanku
bagai putri. Menjemput dan mengantarkanku kuliah. Aku suka dia yang selalu ada
untukku, padahal sebenarnya dia juga memiliki kesibukannya sendiri. Aku juga
suka dia yang dewasa. Mungkin Anjas playboy, aku tahu. Sama seperti saat Alya
menceritakannya tentang Anjas padaku. Namun saat bersamaku, aku tak merasakan
hal itu. Apa ini yang dinamakan cinta buta? Atau mungkin aku yang terlalu
menutup mata. Ryan, maafkan aku. Hanya kalimat itu yang selalu aku ucapkan
dalam hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar