“Sayang, kamu masih dimana? Aku
sudah 1 jam yang lalu menunggumu dihalte. Disini panas sekali.” Voicenote
berhasil terkirim.
5 menit, 10 menit, 15 menit....
Tidak ada jawaban.
“Sayang, kamu masih meeting ‘yah?
Masih lama tidak? Sayang, kamu akan menjemputku ‘kan?” Lagi-lagi voicenote itu
berhasil terkirim.
“Sayang, kenapa kau tidak
membalas pesanku. Handphone-mu sekarang malah kau matikan. Tolong jawab!” Gadis
itu sudah pada ujung kesabaran. Dia masih terduduk lemas dihalte pemberhentian
bus, sambil tangannya terus saja iseng memutar-mutar handphone-nya berharap ada
pesan masuk untuknya.
Kembali lagi dilirik arlogy
tangannya untuk memastikan waktu tidak berputar begitu cepat.
“Sayang, kau dimana? Aku khawatir
padamu.” Gumamnya pelan. Sambil lagi-lagi dia menggigit bibir tipisnya.
(Suara mobil)
“Sayang.” Dia dengan cepat
mendongakkan kepalanya. Dia hafal benar suara mobil kekasihnya.
“Sayang, kau kemana saja? Apa
meeting-mu sudah selesai?” Tanyanya saat kaca mobilnya dibuka.
“Cepatlah masuk!” perintah
kekasihnya dengan mimik muka yang tidak bersahabat dan tatapan mata yang tajam
tanpa pernah melirik ke arah gadis itu.
Gadis itu mengangguk pelan dan
segera masuk kemobil. Masih dengan wajah yang berseri. Dia selalu tersenyum.
Bodoh sekali jika ada seseorang yang berani merusak ekspresi wajahnya dengan
tidak begitu mengindahkan kehadirannya.
“Sayang, bagaimana meeting-mu
tadi. Oh ya sayang, kenapa tadi kau mematikan teleponmu. Aku khawatir padamu.”
Wajahnya berubah menjadi sedikit redup mengingat penantiannya 2 jam yang lalu
menunggu kehadirannya.
“Aku baik-baik saja.” Masih
dengan mimik yang menyebalkan jika dilihat.
“Baguslah kalau begitu.” Dia
meluruskan pandangannya merasa cukup dengan jawaban sinis dari kekasihnya.
Mereka terdiam lama, sambil terus menikmati lagu yang diputar oleh salahsatu
stasiun radio.
***
Kringgg (suara telepon)
Samar-samar terdengar suara
wanita dari ujung telepon.
“Sayang, aku tahu kau pasti belum
bangun. Bangunlah! Kau bilang hari ini kau akan bertemu dengan client besar. Bagaimana
jika kau terlambat menemuinya? Kau tidak mau itu terjadi bukan? Cepatlah
bangun!”
“Ya. Ya. Aku tahu.”
“Baiklah. Aku harap setelah
kuputuskan telepon ini kau tidak tidur lagi. Jika jam setengah tujuh kurang kau
belum menelponku, maka aku akan datang kerumahmu. Have a nice day sayang.
Muaahhh.” Panggilan terputus.
“Mengapa wanita ditakdirkan
begitu cerewet.” Lelaki 25 tahun itu menggeram pelan.
***
06.55
“Kau tak usah khawatir aku tidak
tidur lagi. Aku sudah berangkat sebentar lagi sampai kantor. Kau jangan dulu
menggangguku, kau tahu ‘kan hari ini aku akan bertemu dengan client besar, aku
tidak mau terganggu karena kau merecokkanku. Dan nanti sore seperti biasa akan
ku jemput dihalte.” Voicenote terkirim.
***
Seseorang kadang tak pernah tahu,
dalam suatu hubungan sedikit sapaan sangat berarti. Ya, tidak tahu. Sebelum
mereka merasakannya.
Hubungan mereka sudah berjalan
sekitar 4 bulan lamanya. Cukup lama. Namun masih dalam suasana mesra-mesranya,
seharusnya. 4 bulan lalu gadis itu memutuskan untuk menyatakan perasaannya
kepada lelaki yang begitu dia cintai. Nekad? Memang. Tapi namanya perasaan, apa
mau dikata sekeras apapun dihindari akhirnya akan sakit juga. Ya, 4 bulan waktu
yang terlalu singkat untuk saling mengenal satu sama lain. Bagi lelaki itu
tepatnya, mungkin untuknya butuh 1000 tahun untuk mampu memahami kekasihnya,
perempuan yang 4 bulan belakangan ini menemaninya, memenuhi pesan diinbox
handphone-nya dengan pesan-pesan cintanya, perempuan yang mendadak menjadi
penghuni halte bus pada pukul 16.00 sampai 18.00. itulah cinta, memang
menyakitkan. Semua orang mengatakan hal itu. Namun mereka tak akan pernah bisa
mengukur indahnya cinta saat bersemi. Jadi kami rasa, semua keputusan memang
harus ada konsekuensinya.
Menunggu itu sangat membosankan.
Namun sebagian orang mengatakan menunggu itu lebih baik karena disaat dia
menunggu ada hal yang bisa dia harapkan, buruk ketika seseorang sama sekali
tidak ada yang bisa dia tunggu. Tapi tetap saja kenyataan tak seperti itu.
Mengatakan nasihat kepada oranglain serasa begitu mudah dibanding saat kita
mengalaminya sendiri. Namanya juga hidup.
***
Gadis itu sudah menunggu. Tepat
pukul 16.00 dia sudah sampai di halte, berharap kekasihnya bisa menjemput tanpa
harus membuatnya menunggu begitu lama. Seperti kemarin. Seperti hari kemarinnya
lagi. Seperti hari kemarinnya lagi. Seperti hari-hari sebelumnya. Dan seperti 4
bulan belakangan ini.
Cinta. Jika terasa indah mengapa
harus ada sakit. Jika sempurna mengapa selalu ada yang terasa kurang. Jika
membawa bahagia mengapa begitu menyakitkan. Jika terasa manis mengapa kadang
terasa pahit. Dan jika manusia tahu demikian mengapa masih mau berhubungan
dengan cinta. Bukankah cinta itu menyakitkan, bukankah cinta itu tak sempurna,
bukanlah cinta itu terasa pahit. Bukankah cinta itu meninggalkan luka?
Seseorang tahu cinta membawa
luka, namun masih banyak orang yang mau berlari dijalannya. Bukan karena cinta
yang sempurna, tapi dia mengerti saat dia bahagia karena cinta. Berharga. Dan
dapat bergambar.
Gadis itu berdiam diri. Dia ingat
pesan kekasihnya untuk tidak menganggu kerjanya. Dia menghargai apapun yang
kekasihnya lakukan. Pekerjaan, kebiasaannya, kepribadiannya terlebih
perasaannya. Raut wajahnya hari ini tak jauh berbeda dengan raut wajah hari
sebelum-sebelumnya, sama seperti 4 bulan belakangan ini. Cemas. Itu yang selalu
dia rasakan. Salahkah? Tidak. Lumrah bagi seorang perempuan mengkhawatirkan
orang yang dicintainya. Dan lelaki itu? Gadis itu tak pernah tahu apa yang
sedang dilakukan kekasihnya. Yang dia tahu selama ini adalah dia menunggu
dihalte menunggu kedatangannya, tak boleh bertanya mengenai pekerjaannya
kecuali pria itu sendiri yang mengatakannya. Hambar. Ya,bahkan mungkin pernah
terlintas tak pernah ada cinta untuknya.
***
17.30
“Kau hari ini lebih cepat 30
menit dari sebelumnya.” Gadis cantik itu tersenyum kembali. “Hari ini kau
terlihat bahagia sekali, sayang.” Ucapnya kembali untuk memulai perbincangan.
“Tenderku hari ini goal.”
Jawabnya bersemangat.
“Oh ya.” Jawab gadis itu dengan
tersenyum, membuat seolah-olah semuanya menarik. Itu bukan kabar baru yang dia
ketahui. “Aku tahu kau pasti bisa melakukannya, sayang.” Kekasihnya pria yang
pandai, bukan kali pertama dia mendapatkan tender-tender hebat seperti ini.
Benar sekali. Ini berbeda, tak seperti yang sebelum-sebelumnya. Tak seperti
minggu lalu dia mendapatkan tender yang lebih besar daripada ini.
Tadi siang, saat istirahat makan
siang pria itu bertemu dengan teman lamanya. Wanita. Cantik. Jelas pertemuan
yang istimewa, wanita itu adalah orang yang pernah dia sukai dulu. Dulu
(Sebelum gadis itu menyatakan perasaannya). Dan mereka cukup lama
berbincang-bincang. Bernostalgia lebih tepatnya. Jelas sudah apa yang
membuatnya bahagia hari ini.
***
“Sayang, sebelum tidur jangan
lupa cuci kaki sama tangan. Selamat tidur. Mimpi indah.” Itu bukan voicenote
yang pertama kali yang berhasil dia kirim. Sudah puluhan bahkan mungkin ratusan
voicenote yang dia kirimkan pada kekasihnya. Gadis itu berharap semoga ratusan
pesannya tidak terbang secara sia-sia. Semoga.
***
24 Juni 2013
Sayang, aku ingin mengatakan hal
jujur padamu. Mungkin kau akan marah,
karena ini akan sedikit
menyakitkan. Bagiku. Aku tak tahu apa
pendapatmu nanti.
Sungguh. Tiga minggu belakangan
ini kau berbeda. Kau berubah. Aku
hampir tidak mengenalimu. Aku
tahu, kau sibuk dengan pekerjaanmu. Aku
mengerti. Tapi sayang, 4bulan
lamanya aku menunggu keajaiban itu
datang, nyatanya semua terasa
telah pupus. Mungkin aku sendiri yang
terlalu naif.
Sayang, maaf. Aku tahu, aku tidak
pernah membuatmu merasa nyaman
disampingku. Ya, aku tahu.
Bagaimana mungkin aku tidak tahu. Sekeras
apapun kau akan menolak
pernyataanku. Tapi sayang, perlu kau tahu. Aku
telah melakukan hal terbodoh
sekalipun, itu bahkan hanya akan membuat
diriku tampak sangat bodoh
bagimu.
Sayang, aku mencintaimu. Bukan
mencintai duniamu. Dunia bisa kapan
saja berpihak padaku, tapi kau,
kau sulit. Itu saja yang aku tahu
tentangmu.
Akhirnya aku harus katakan.
Mengapa dulu kau tidak membiarkan aku
pergi, bahkan jika seperti itu
mungkin saat ini aku sudah melupakanmu.
Menghilang jauh dari jangkauan
panca inderamu.
Sayang, bukan aku tak sabar
dengan semua ini.
2 hari lalu aku menemukan sepucuk
surat tergeletak dimeja makanmu.
Amplop surat itu jelas tertuju
untukmu, sempurna dengan sedikit
sobekan dibagian atas amplop itu,
aku yakin kau telah membacanya.
Dengan rasa penasaranku aku
lancang membuka surat itu. Disana terdapat
tulisan yang sangat rapi.
Tersusun dari kata-kata dan kalimat-kalimat
yang terukir indah. Lengkap
dengan tanda tangan sang pengirim surat
diujung paragraf dan, tanda
lipstik bibir berbentuk sempurna.
Aku sampai gila memikirkannya.
Menangis sepanjang hari, aku bahkan
tidak tahu apa yang harus aku
lakukan.
Dengan segala pertimbangan yang
salah besar sekaligus menyesakkan
dadaku akhirnya aku memutuskan
untuk pertama kali menuliskan semua
perasaanku padamu. Sama seperti
gadis pemilik tanda lipstik bibir itu.
Kau salah. Aku tidak cemburu. Aku
tidak cemburu atas kejadian itu. Ini
bukan kali pertama aku mendapati
pesan-pesan mesra untukmu. Bagaimana
tidak? Kau memang tampan.
Siapapun orangnya pasti akan tergila-gila
padamu.
Aku hanya mulai berpikir, betapa
licik aku berada pada posisi yang
bahkan tak pernah membuatmu
merasa baik bersamaku.
Kau ingat? Hubungan kita bahkan
diwarnai dengan
pertengkaran-pertengkaran
disetiap harinya.
Sayang, aku mencintaimu. Aku
mencintaimu. Entahlah. Entah berapa
banyak lagi aku tuliskan kalimat
itu diatas kertas putih ini.
Kita masih punya banyak waktu
untuk memperbaiki semuanya. Ya,
memperbaiki hari-harimu yang
gelap karenaku.
Akan aku pastikan, tidak akan ada
lagi panggilan tak penting dipagi
hari yang membangunkan tidurmu,
tidak akan ada lagi alarm yang sengaja
aku sett untuk mengingatkanmu
makan siang, tidak akan ada lagi
voicenote bodoh yang akan mengganggu
meetingmu, tidak akan ada lagi
teriakan dari voicenoteku yang
sedang menunggumu, tidak akan ada lagi
pesan singkat yang aku kirimkan
untuk mengantarkan tidurmu.
Carilah! Carilah seseorang yang
tidak akan melakukan hal bodoh
sepertiku. Mungkin gadis bibir
lipstik itu?
Aku juga akan mencari seseorang
yang tidak akan pernah merasa
keberatan dengan kehadiranku.
Seseorang yang bisa mengerti perasaanku
tanpa perlu aku ungkapkan.
Aku akan terus mendengar kabar
bahagia darimu. Kau berhak mendapatkan
kebahagiaanmu sendiri, tanpa
harus terhalang olehku.
Tertanda,
Linda
***
Begitulah isi surat yang pertama
dan mungkin akan menjadi terakhir
kalinya yang dia buat. Tertulis
rapi, tak kalah bagusnya dengan surat
gadis bibir lipstik itu. Hanya
bedanya, ada warna pena yang pudar pada
ujung kalimat dalam surat itu.
Ya, gadis itu menangis. Menghabiskan
tenaga yang sengaja ia sisakan
diakhir hari ini.
***
Saat itu semua terjadi, dunia
terasa terhenti. Gadis voicenote itu
tidak akan lagi merasa cemas
menunggu seseorang dihalte seperti yang
sering dia lakukan.
Kalian tahu? Terkadang kita
merindukan sesuatu yang terbiasa hadir
disekeliling kita, bukan hanya
karena kita mencintainya. Namun
penyesalan itu memang selalu
datang terlambat. Dan bagi sebagian
orang, kesempatan kedua itu hanya
sebagai wujud dari kemunafikan.